Makna Pulang dari Kehilangan Sebuah Kota

Apakah kamu sanggup menerima kenyataan bahwa sebuah kota tempatmu bertumbuh, mengenal makna persahabatan dan perjuangan lenyap? Kota itu lenyap bukan dalam hitungan semalam bagai Atlantis. Namun, dalam hitungan beberapa tahun. Pun begitu, akan tetap terasa begitu cepat tanpa kita sadari. Kota yang mengenalkan makna pulang ke rumah sudah tidak kamu kenali. Mungkinkah kamu merasakan ini juga ketika pulang mudik lebaran menuju kotamu atau kota lainnya?

Makna Pulang dari Kehilangan Sebuah Kota
Foto: Sebuah Kota (Dok Pribadi, 2022)

Dahulu, ketika Aku masih kecil (mungkin SD), Aku pernah bertanya kepada pamanku yang sering main ke kotaku, Cikarang, tentang mengapa dia menjadi jarang main kesini lagi. Bukan karena tidak bisa pulang, namun dia mengatakan bahwa kini Cikarang sudah terasa berbeda. Teman-teman yang ia kenal sudah pergi melanjutkan hidup mereka masing-masing. Aku rasa, dahulu pamanku telah kehilangan sebuah kota. Ia semakin jarang kesini karena kehilangan makna pulang ke Cikarang.

Mungkin saat ini, ketika Aku sudah seumuran dengan pamanku saat kami berbincang dahulu. Sepertinya Aku mulai mengerti bagaimana yang ia rasakan. Selain keluarga, orang-orang yang Aku kenal sudah memiliki kesibukannya masing-masing. Sampai di suatu kejadian baru-baru ini, ketika Aku dengan beberapa teman ingin melaksanakan buka puasa bersama. kami kesulitan menemukan waktu yang pas sehingga belum saja terlaksana. Itu yang sebenarnya menginspirasiku untuk menulis tulisan ini. Aku sempat merasa asing dengan kotaku.

Bagaimana seseorang dapat begitu terikat dengan suatu kota? Bandung atau Jogja misalnya. Aku kira karena kota-kota itu dipuja oleh para penyair sejak dahulu kala. Sehingga mereka memiliki kesan tersendiri yang menjadikan mereka istimewa. Lantas apakah kisah kehidupanmu tidak kalah indah bertanggar dalam suatu daerah sehingga kau mencintai daerah/kota tersebut dan merayumu untuk pulang? Apa sebenarnya arti tempat pulang itu?

Cikarang. Selalu bisa menjadi tempatmu untuk pulang. Selagi masih ada rasa dan orang-orang yang kau sayang”. Kalimat itu sering Aku dendangkan kepada teman-temanku yang berasal dari kota yang sama dengan tempat tinggalku. Bermaksud untuk mengajak mereka mengilhami makna Cikarang sebagai kota tempat kita bertumbuh.

Baca: Arti Kata Pulang Menurut KBBI

Aku memiliki keyakinan kota tersebut selalu bisa membawaku pulang dengan syarat dua hal diatas; Masih ada perasaan / kenangan yang membekas, dan masih ada orang-orang yang berharga bagiku tinggal di kota tersebut. Dengan begitu, aku dapat pulang. Namun ketika kedua syarat itu tidak terpenuhi, apakah Cikarang masih bisa menjadi tempatku pulang?

Syarat pertama: “Perasaan / Kenangan”. Yang Aku pahami, kenangan berada di dalam pikiran. Maka sejauh apa suatu kenangan akan terus dianggap berharga dan berputar secara jelas di kepala? Menurutku, selama kenangan tersebut masih memberikan dampak bagi hidup kita. Lalu, apakah kita harus berada di kota tersebut untuk mensyukuri atau menikmati kenangan-kenangan yang kita miliki? Aku rasa tidak harus. Dengan begitu, apakah syarat pertama saja cukup untuk membawa kita pulang ke suatu daerah?

Syarat kedua: “Orang-orang yang kau sayang”. Atau bisa disebut juga dengan orang-orang yang berharga dalam hidupmu. Jika hal dalam syarat pertama terletak dalam pikiran, syarat kali ini berupa objek yang real. Mereka memiliki wujud. Mereka memiliki keterikatan yang erat dengan kita. Dan mereka juga memiliki sifat dinamis dalam beberapa hal: Hubungan, kesibukan bahkan tempat tinggal, dan lain sebagainya.

Baca: Alasan Kenangan Indah Lebih Awet di Pikiran

Misal pada hal hubungan, mereka tidak selalu akan menjadi orang yang berharga bagi hidupmu. Mungkin ada suatu kejadian yang membuat kalian bertengkar atau memutuskan hubungan yang dahulu begitu erat. Dan yang lebih sederhana; tentang tempat tinggal. Mereka tidak selamanya tinggal di kota tersebut. Sekalipun meninggal, mereka belum tentu akan dimakamkan disana.

Maka, ketika kamu merasa suatu daerah atau kota tempat tinggalmu tidak lagi terasa seperti dulu, mungkinkah karena kamu kehilangan salahsatu atau kedua syarat untuk pulang diatas? Atau jika menurutmu ada faktor lainnya, mungkin kamu dapat membagikan pendapatmu di kolom komentar tulisan ini.

Lantas, diantara dua syarat diatas, manakah menurutmu yang lebih penting?

Menurut saya, hakekat dari pulang bukanlah kepada suatu tempat, namun kepada orang-orang disana. Misalnya pada momen lebaran. Pulang adalah ketika kita mengunjungi suatu tempat dan bertemu orang yang berharga bagi kita.

Dalam kasus pulang ke rumah orang tua, kita menyebut tempat tujuan tersebut sebagai rumah. Namun, jika  kita datang ke suatu rumah bekas orang tua kita yang kini telah dihuni orang asing, apakah tetap dapat disebut ‘pulang’? Aku kira itu tidak sesuai dengan definisi rumah tempat pulang sebelumnya. Sehingga sama dengan kasus pulang ke sebuah kota. Kota tersebut masih perlu memiliki orang-orang yang berharga bagi kita, disamping seluruh kenangan yang tersimpan disana, yang sebenarnya kenangan tersebut bersifat portabel.

Baca: 8 Ayat dan Hadits Pentingnya Berbakti pada Orang Tua

Jika syarat pulang kita sederhanakan menjadi ‘Perasaan’ dan ‘Orang’, maka mana hal yang lebih penting untuk membawamu pulang? 

Tanpa orang, rayuan untuk kita pulang akan sangat drastis berkurang, mengingat perasaan yang bersifat portabel sebelumnya. Sehingga perasaan saja tidak dapat berdiri sendiri. Namun keberadaan perasaan akan semakin memaknai keberadaan seseorang yang dapat membuatmu ingin pulang.

Dengan memahami bahwa orang-orang yang berharga bagi hidup kita tidak kekal (dinamis), maka kita seharusnya lebih menghargai keberadaan mereka, dan setiap kesempatan untuk merasakan wujud masing-masing, alias ketika kita bertemu tatap muka. Atau melalui media komunikasi sebagai alternatif.

Jika kita sepaham tentang konsep pulang dan kamu merasa membutuhkan pulang. Maka, pulanglah. Sebelum kamu kehilangan syarat-syarat untuk pulang diatas. Lebih jauhnya, sebelum kamu kehilangan kotamu yang berharga. Selamat lebaran, selamat menikmati momen kebersamaan.

Untukmu yang sedang merasa kehilangan sebuah kota sepertiku sebelumnya. Mari kita jadikan paragraf ini khusus sebagai catatan pengingat. Dibanding kita terhanyut pada perasaan kehilangan, lebih baik kita lebih menghargai apa yang ada; keluarga, teman-teman, dan siapa pun yang berharga untuk kita. Disamping itu, masih ada media sosial sehingga kita yang terpisah jarak dan waktu masih dapat terhubung. Dan suatu saat nanti, ketika memang ada kesempatan untuk berjumpa tatap muka dengan mereka yang berharga, maka mari kita berjumpa. Sebelum harga sebuah pertemuan semakin mahal.

Suka dengan blog ini? Kamu bisa berikan dukungan untuk membantu kami terus berkarya dengan memberikan tip melalui KaryaKarsa.com.

Baca juga tulisanku lainnya, sebuah cerita pendek tentang keresahannku pada sampah plastik di Warung Tua Penjual Air Kemasan

Terima kasih telah membaca artikel "Makna Pulang dari Kehilangan Sebuah Kota". Semoga bermanfaat. Berikan komentar atau share jika kamu menyukai tulisan ini. Kamu juga dapat membaca tulisan saya yang lainnya tentang pengalaman dan pengembangan diri di tiracerita.blogspot.com

Kamu bisa temukan saya di beberapa sosial media berikut
Instagram   @yudhistirahat
Twitter        @yudhistirahat 
LinkedIn     Idham Khaliq Yudhistira

Komentar

  1. Media sosial memang bisa menyambung lidah dengan orang2 disana. Namun, perasaan akan sebuah kenangan yang membekas yang menggoreskan berbagai rasa, selalu ingin kita nikmati ketika bertemu langsung dengan mereka. Ingin bertemu langsung, terkadang menjadi sekat yang mengakibatkan komunikasi itu tak lagi ter connect. Putus sudah, putus hubungan itu. Mungkin nanti akan ter connect lagi, ketika kembali bertemu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Perasaan ketika bertemu langsung memang tak tergantikan! Namun bagaimana lagi jika memang rindu baru bisa melalui sosial media.. setidaknya kita sudah berusaha terhubung. Tidak perlu merasa sedih akibat keadaan yang memang terpaksa..

      Hapus
  2. Annisa Helly Suranda3 Mei 2022 pukul 00.09

    Terimakasih untuk sajian epicnya kang, yang mengingatkan saya hakikat pulang. Saya semakin bersemangat untuk mengerjakan skripsi agar saya bisa pulang dengan definisi benar - benar pulang :) :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama! Semoga lancar skripsinya agar segera pulang 🙏

      Hapus
  3. Pandangan menarik mengenai kenyataan bagi beberapa pemudik termasuk saya akan hilangnya rasa dan kenangan masa kecil akan kota tempat kita pulang. Kuingat bertemu sanak saudara dan sepupu bersama di rumah mbah saya. Walau sekarang sudah besar mereka dan sibuk dengan urusan masing masing. Mungkin itu bagian dari tumbuh dewasa, tapi tak ada salahnya sesekali menyempatkan diri mengulangi kenangan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat berpulang 🙏 Selamat menjalani kedewasaan dan semoga tetap nyaman di kota kesayanganmu..

      Hapus
  4. Muhammad Falih Hikmatullah3 Mei 2022 pukul 11.37

    Tempat dimana kita merasa patah, tumbuh, jatuh, dan bangkit, adalah tempat terbaik untuk pulang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepertinya sebuah tempat yang sulit untuk dilupakan...

      Hapus
    2. Hmm, seperti judul buku...

      Hapus
    3. Wah saya kurang mengetahuinya 😅

      Hapus
  5. Hmm faktor lainnya mungkin pengakuan atas eksistensi kita dari orang-orang di tempat tersebut(?)
    Maksudnya saat orang-orang tersebut menganggap kita ada, mereka akan menantikan atau setidaknya menanyakan keberadaan kita saat kita tidak di sana (karena merasa ada sesuatu yang kurang). Atau sebaliknya, saat tidak dinantikan atau bahkan tidak dianggap ada, untuk apa kembali 'pulang'?
    Tapi bagaimanapun, kembali untuk sekadar mensyukuri apa yang ada, merupakan sesuatu yang tidak merugikan sih ya😅

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waa sepertinya sedih rasanya ketika kita tidak dianggap ada :( semoga kamu dikelilingi orang-orang yang turut bersyukur atas keberadaan mu ya!

      Hapus

Posting Komentar

Tulisanku lainnya yang mungkin Anda suka

Mengapa Orang Sering Melupakan Kebaikan dan Bagaimana Kita Menyikapinya

Komet itu Hanya Melintas Setelah 6000 Tahun Lagi