Analogi Lari Bersama ( Part 2 )
( Belum baca "Analogi Lari Bersama" part 1? Klik disini. )
Dari kejadiaan tadi, saat Gue dan Pradipa berlari bersama, akhirnya Gue sadar siapa lawan dan kawan Gue. Satu pertanyaan terjawab, dan pertanyaan lain muncul membuat resah.
"Kenapa tadi pas gue berhenti lari, lu ninggalin gue?"
"Emang, bagaimana perasaan lu saat itu?" Pradipa menjawab santai.
"Ya, kesel, lah! Katanya KAWAN, tapi kok ninggalin gue?"
"Sekarang gue mau tanya lagi, Apa tujuan kita sebelumnya?"
"Joging setengah jam." Jawab gue ketus. "Tapi kan kenyataannya gue belum sanggup, dip."
Tega banget ga sih, Gue jadinya harus nunggu sendirian di pinggir jalan. Bingung mau ngapain dengan nafas Gue yang sisa tipis. Sedangkan dia terus lari gitu aja. Ninggalin gue.
"Jadi, menurut lu, gue harus gimana saat itu?" Pradipa bertanya dengan polosnya.
"Ya, lu jangan ninggalin gue, lah! Ga mikir apa?"
"Oke, itu keinginan lu. Tapi, apa lu tau keinginan gue?"
Ha, ngomong apa si ni orang?
Gue gak nyambung, awalnya Gue kira maksud petanyaan itu egois; ingin mementingkan keinginannya. Namun tiba-tiba terbesit dipikiran Gue dan tanpa sadar langsung Gue ucapkan. "Keinginan kita awalnya sama." Pradipa tersenyum. "Kita ingin terus berlari."
Gue merenung.
Gue kesal ketika pradipa meninggalkan gue dan terus berlari.
Tapi kenapa gue ingin dia berhenti juga?
Kepada siapa sebenarnya Gue kesal? Diri Gue?
Yang mana sebelum Gue ingin menggali lebih lanjut dalam pikiran ini untuk jawaban tersebut, sejenak Gue behenti. Gue takut akan menemukan jawaban yang membuktikan keegoisan Gue. Tapi, proses berpikir itu harus berlanjut. Karena yang Gue cari adalah kebenaran, bukan pembenaran.
Kenginan Gue sebelumya, apakah itu yang terbaik untuk Gue atau Dia?
Saat itu, yang terbaik menurut Gue adalah dengan kita terus bersama, tidak meniggalkan kawan! Dia seharusnya tau bahwa Gue tidak sanggup melanjutkan lari. Jelas, buktinya Gue memang tidak melanjutkannya.
'Sanggup'. Kata itu mencuri perhatian Gue.
Mengenai kesanggupan?
Betul saja, Sepengetahuan Gue, Gue lah yang tidak sanggup; bukan Pradipa.
Gue sudah mengetahui keinginan gue berdasarkan ketidaksanggupan; Gue berhenti, Dia berhenti.
Tapi bagaimana kira-kira keinginan Pradipa dengan kesanggupannya untuk terus berlari? Bagaimana jika menyelesaikan lari ini hingga tercapai tujuan kita diawal adalah keinginannya yang tidak goyang.
Bagaimana jika Gue analogikan diakhir perjuangan lari ini adalah sesuatu yang sangat Pradipa ingin gapai. Sesuatu yang berharga baginya.
Dan Gue menempatkan keinginan Gue untuk kita berhenti berlari diatas keinginan Pradipa?
Maka, Gue tegas berkata dalam hati. Ya, Inilah keegoisanku!
"Disaat itu lah, dip." Gue mencuri perhatian Pradipa. "Lu bisa mengetahui, sebenarnya gue itu kawan atau lawan?"
Jika Gue kawan, seharusnya Gue terus mendukung Pradipa untuk terus mewujudkan keinginannya. Agar ia terus berlari dan mengatakan bahwa Gue akan baik-baik saja disini; dibelakangnya.
Dan peran Lawan lah yang menginginkan orang lain untuk berhenti menggapai impiannya. Seperti yang Pradipa katakan sebelumnya. Dan gue sadar, Pradipa adalah Kawan bagi gue, dan gue gak mau berperan sebagai Lawan baginya.
Karena memang begitu lah kawan; seharusya ikut berbahagia saat kawannya mencapai apa yang ia inginkan.
Karena memang begitu lah kawan; seharusya ikut berbahagia saat kawannya mencapai apa yang ia inginkan.
"Maafin gue brad, pikiran gue belum jernih tadi." Sesal gue
"Syukur jika lu berhasil berpikir bijak."
"Dan selamat, Lu berhasil menggapai tujuanlu!"
Gue bukan ditinggalkan.
Gue hanya tertinggal, dan seharusnya mengejar.
"Gue gak mau tau, di kesempatan berikutnya gue akan tuntaskan apa yang memang gue perjuangkan!"
Hari itu, di taman kota. Kita Tersenyum.
---------------------------------------------------------------
Sebarkan jika Anda merasa tulisan ini bermanfaat. Silakan berkomentar untuk memberi kritik, saran, dan menambahakan opini.
Mohon maaf jika ada kesalahan, tulisan ini hanyalah berupa pikiran dari diri sendiri.
Temukan juga saya di
IG: @Yudhistirahat
Youtube : yudhistirahat
Komentar
Posting Komentar