Tari Saman Bertiga: Membayar Mimpi Untuk Tampil

Apa yang sering membuatmu untuk berhenti memperjuangkan mimpi? Kehilangan teman yang satu visi? Timbulnya rasa pesimis? Tidak tau harus mulai dari mana? Saya yakin ada banyak hal lainnya yang pernah kamu rasakan. Dalam tulisan ini, saya ingin menceritakan suatu pengalaman ketika saya berada di posisi ‘kayaknya udah ga mungkin’, tapi masih kami paksakan untuk terjadi karena ternyata yang membuat limitasi itu adalah kita sendiri.

Tari Saman MM Teknik
Wawancara oleh MC sebelum penampilan Saman MM Teknik. Dari kiri ke kanan: Cantika (MC) - Saya - Khaerul - Iky di acara Diesnatalis KSMPA Titik Nol ke-15 (Dokumen KSMPA TN, 2019)

Cerita ini tentang perjuangan kami membentuk kelompok Tari Saman. Jika kamu belum familiar, Tari Saman adalah tarian yang dilakukan secara berkelompok dan berasal dari provinsi Aceh. Tarian ini biasanya dilakukan oleh 10 orang namun ada beberapa yang mengatakan jumlahnya harus ganjil. Itu sekedar informasi saja, semoga kamu sudah mengenal tarian ini. Atau jika kamu ingin mengetahui tentang tari saman lebih dahulu dapat membaca di link berikut:

Baca: Tari Saman, Tari Tradisional Khas Aceh

Saat itu sekitar Mei atau Juni tahun 2019. Kami adalah Mahasiswa Teknik Geologi tingkat satu yang sedang mencari ide penampilan untuk acara malam keakraban (makrab) himpunan kami di akhir tahun. Momen tersebut adalah ajang tiap angkatan menampilkan kebolehannya. Tentu saja kami tidak ingin ketinggalan. 

Salahsatu ide yang muncul saat itu adalah Tari Saman Komedi, diinisiasi oleh saya dan teman saya bernama Khaerul. Latar belakangnya sederhana: tidak ingin menampilkan hal yang standar. Komedi bagaimana? Sepertinya tidak bisa saya gambarkan secara detail, tapi salahsatu contoh komedinya adalah kami memasukkan sepenggal lagu yang sedang populer saat itu: "Makan daging anj*ng dengan sayur kol" kedalam syair kami.

Sayang sekali, sampai tulisan ini dibuat, video kami sedang menari belum ditemukan. Sehinnga belum bisa saya tunjukkan lebih jelasnya. Tapi saya harap perjuangan kami dalam merealisasikan kelompok tari ini dapat kamu ambil sebagai pelajaran. Itu pun kalo ada…

Kami mulai menyusun syair dan gerakan yang dikolaborasikan dari pengalaman saya, hasil survei melalui internet dan unsur-unsur komedi yang terlintas di pikiran saat itu. Walau saya memiliki pengalaman di SMA, namun itu sudah lama sekali. Sehingga beberapa bagian syair yang saya lupa diganti dengan unsur komedi seperti yang saya ceritakan diatas. Begitu pun dengan koreografinya. Ada beberapa gerakan yang kami harap dapat memicu gelak tawa.

Syair siap. Koreografi siap. Saatnya mencari massa. Idealnya kami butuh sekitar 9 orang lagi.

Kami mengajak orang-orang yang kami kenal melalui WhatsApp, atau ketika papasan di kampus, dan secara door to door kosan. Kelompok kami bertambah sedikit demi sedikit diiringi proses latihannya. Dari berdua, berempat, bertujuh hingga terkumpul 12 orang laki-laki sebagai penari, dan satu orang pemusik bernama Eril. Eril adalah pemain band yang sudah mahir memainkan drum. Tapi untuk kali ini, tantangan Eril adalah bagaimana mengiringi tarian kami menggunakan ember.

Dalam kelompok ini hanya ada beberapa orang yang memiliki pengalaman menari. Itu pun untuk tugas saat sekolah. Tapi tak apa. Dimana ada niat dan usaha, disana ada peluang. Awalnya kami berlatih hampir setiap hari. Mungkin karena euforia saat itu masih sangat tinggi. Namun seberjalannya latihan, menjadi sekali atau dua kali dalam seminggu.

Koreografi tarian kami dapat dikelompokkan dalam 6 jenis. Mengikuti jumlah paragraf syair yang kami persiapkan. Terdiri dari pembukaan untuk gerakan masuk ke panggung, lalu gerakan inti tarian yang mana termasuk variasi pola lantai dan penutup sekaligus sebagai gerakan keluar dari panggung. Latihan kami sering dipenuhi canda tawa, khususnya di awal-awal koreo. Menjadi kepuasan bagi Saya dan Khaerul karena mengindikasikan komedi yang kami siapkan terbukti ‘pecah’. Tidak sabar melihat bagaimana reaksi penonton nanti.     

Beberapa minggu latihan telah berjalan. Perkambangan kami tidak terlalu signifikan. Dari 6 koreo, kebanyakan masih di tahap satu atau dua. Kendalanya ada di tubuh yang masih kaku karena ini pengalaman baru bagi mereka. Namun ada diantara kami yang  bernama Iky, dia salahsatu yang berusaha cukup keras dalam berlatih dan sudah mencapai koreo keempat.

Hari terus berlanjut. Beberapa orang mulai merasa tidak berkembang. Seharusnya itu tidak perlu membuat kami menyerah. Namun karena hal tersebut, satu persatu dari kelompok kami mulai berhenti latihan dan menyatakan tidak lanjut bergabung. Memang membutuhkan effort yang lebih untuk berlatih. Apalagi untuk pemula yang belum terbiasa dengan posisi duduk tari saman yang akan menyebabkan rasa nyeri di bagian depan kaki. Saya sendiri dahulu membutuhkan waktu 3 bulan untuk berlatih hingga terbiasa duduk seperti itu.

Ketika seseorang membutuhkan effort lebih dalam melakukan sesuatu namun ia tidak menemukan hal yang ia sukai, apalagi hal itu bukanlah kewajibannya, menurut saya akan sulit untuk ia melakukannya terus dengan konsisten. Sejak awal saya sudah mempersiapkan keadaan ini. Pada akhirnya hanya tersisa empat orang yang masih bersemangat dan bersedia melanjutkan mimpi membentuk kelompok tari saman. Yaitu Saya, Khaerul, Iky dan Eril si pemukul ember.

Kami berempat sempat berdiskusi tentang kelanjutan kelompok ini. Acara malam keakraban yang menjadi sasaran kami untuk tampil terbilang masih lama. Sebenarnya masih ada kesempatan untuk kami terus berlatih. Namun kendala kurangnya massa menghasilkan diskusi yang menyepakati untuk kami vakum sejenak.

Latihan rutin tidak berjalan lagi. Namun tidak sepenuhnya kami berhenti. Ketika ada kesempatan sedang bersama, misal saat bertemu di kelas, kami sering melatih beberapa gerakan. Saat itu kami masih berharap mendapat anggota tambahan ketika ada mahasiswa baru di semester depan sekitar bulan september.

Waktu terus berjalan. Kehidupan kuliah berjalan seperti biasa. Semangat itu semakin surut dan perasaan bahwa ‘sepertinya mimpi kami terlalu tinggi’ mulai muncul. Belum ada perkembangan lagi bagi kelompok tari ini. Hingga memasuki bulan Juli, Organisasi Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) di fakultas kami mengadakan malam perayaan ulang tahunnya (Diesnataslis, atau disingkat DN) dan mengundang seluruh warga Fakultas Teknik serta organisasi pecinta alam lainnya dalam acara tersebut. Disana biasa diisi penampilan-penampilan antar mapala dan terbuka juga untuk siapa saja yang ingin tampil. Ya, disana ada peluang untuk kami!

Acara DN tersebut beberapa minggu lagi. Kami mulai membuka obrolan dengan orang-orang yang sempat berlatih. Apakah mereka berminat untuk melanjutkan perjuangan dan tampil sesegera mungkin untuk pengalaman perdana dan ajang memotivasi diri. Namun sayang, belum ada respon positif. Beberapa menolak secara halus dan menyarankan agar kita memulai persiapannya semisal besok terkumpul anggota kelompok tari lebih banyak untuk acara makrab. Tapi, makrab masih sekitar setengah tahun lagi. Sedangkan, saat ini terdapat peluang panggung di depan mata.

Kami masih dalam formasi berempat dan saat itu sudah H-1 minggu dari acara DN. Untuk memenuhi formasi ideal dengan jumlah sekitar 10 penari rasanya sulit. Semisal terkumpul orangnya sekalipun, kami masih perlu latihan super ekstra untuk mengejar waktu yang tersisa. Kami berdiskusi apakah perlu mengikhlaskan kesempatan ini, dan berharap kesempatan yang lebih baik datang di masa depan?

Akhirnya kami sepakat. Tidak ada yang tau akan seperti apa di masa depan. Mungkin ini adalah satu-satunya kesempatan kita. Maka kami mendaftarkan diri hari itu juga ke panitia DN agar bisa menjadi salahsatu penampil di acara mereka.

Latihan dimulai. Saya, Khaerul dan Iky menari dan Eril mencari ritme pukulan ember yang sesuai dengan nyanyian kami. Salahsatu ciri khas Tari Saman ada pada kostumnya. Namun kami juga belum punya modal untuk menyewa kostum. Lagi pula tema tari saman kami komedi, apa salahnya menggunakan pakaian seadanya: Kaus dan celana panjang hitam dengan sarung yang dililit ke badan. Wong musik kami saja dari ember. Seharusnya sudah cukup nyeleneh.

Hingga kami tiba di malam puncak: "Diesnatalis KSMPA Titik Nol ke-15". Begitulah nama resmi acara DN tersebut. Kami tiba dengan berpakaian yang saya jelaskan diatas. Acara itu diadakan di pendopo fakultas kami. Tidak jauh dari sana, terdapat gedung kesekretariatan yang bisa dianggap sebagai backstage untuk panitia. Di lorong gedung tersebut kami menyempatkan diri untuk berlatih sekali lagi di beberapa jam sebelum jadwal tampil.

Jadwal kami telah tiba. Kami berpelukan berempat sembari menguatkan diri untuk tidak mengkhawatirkan macam-macam. Setelah itu kami maju keatas panggung untuk diwawancarai terlebih dahulu oleh MC dan ditanya tentang nama kelompok kami. Untungnya hal ini sempat kami pikirkan saat gladibersih tadi.

“Kami adalah SAMAN MM TEKNIK. Kepanjangannya adalah Saman Mahasiswa Menggila Teknik.” Kami pun dipersilahkan untuk memeprsiapkan diri. Eril duduk agak belakang dan mengatur posisi mic agar bisa menangkap suara ember dengan optimal. Sesekali ember diketuk untuk memastikan apakah pengaturannya sudah baik atau belum. Sedang kami bertiga bersiap diujung panggung dengan ancang-ancang memulai tarian. Eril memberi aba-aba bahwa 'alat musik' telah siap.

Saman MM Teknik 2019
Penampilan perdana Saman MM Teknik. Depan (kiri ke kanan): Khaerul - Saya - Iky. Belakang: Eril bermain gendang ember (Dokumen KSMPA TN, 2019).

“Assalamualaikuuuum…” Begitu syair pembukaan tarian kami. Diucapkan secara nyaring dengan nada yang meninggi secara bertahap. Kami berjalan beriringan menuju tengah panggung bersiap mengambil posisi duduk dan memulai tarian hasil berlatih beberapa minggu terakhir. Suara terbaik dan terkeras kami keluarkan demi para audiens dapat menikmatinya.

“.. Kame Ucapkan..

..Kebandum rakan ..

Jame bantekan..” (sepenggal lirik syair Tari Saman)

Di akhir penggalan syair diatas suara ember dipukul berkali-kali dengan frekuensi cepat diiringi tepuk tangan penonton yang bergemuruh secara alami. Mantap bung Eril! Kami semakin bersemangat.

Pada pargraf awal syair tari saman kami masih ‘normal’. Belum berkomedi. Hingga memasuki paragraf kedua, dimulailah gerakan-gerakan komedi. Tawa para penonton mulai terdengar. Yang membuat kami kaget, ternyata diantara penonton terdapat beberapa penari saman 'asli' yang belum lama ini tampil di salahsatu acara bergengsi universitas kami. Sempat saya mendengar mereka berkata “Ih, ini di kita juga ada!” bermaksud kepada lirik syair kami namun dengan gerakan yang berbeda dari biasanya. kental dengan komedi sehingga membuat mereka ikut terpingkal.

Di ruangan tersebut juga ada beberapa rekan kami yang sempat ikut berlatih namun tidak lanjut bergabung. Dari bagian penonton mereka mengikuti beberapa gerakan dan ikut menikmati jalannya acara sambil tertawa bersama penonton lain. Entah ada berapa sorot kamera dan lampu flash yang menyala untuk mengabadikan penampilan kami. Namun kami hanya fokus untuk menari dan bernyanyi.

Penampilan kami selesai diikuti gemuruh tepuk tangan sembari kami keluar panggung. Mungkin, saat itu kami tidak bisa merasa lebih puas lagi. Hasil latihan kami terbayar. Dengan hampir saja kami menyia-nyiakan kesempatan ini.

Saya yakin, bahwa saya pribadi akan menyesal semisal saat itu kami tidak mengambil kesempatan tampil ini. Walaupun keadaan kami jauh dari ideal. Ini bukan tentang berapa banyak orang yang meninggalkan. Tapi tentang berapa orang yang masih bertahan untuk berjuang bersama-sama.

Dan benar saja. Ternyata acara DN tersebut bisa dibilang satu-satunya kesempatan kami untuk tampil selama kuliah. Ketika menjelang makrab yang ditunggu-tunggu, kami begitu sibuk dengan berbagai urusan. Kami tidak sempat untuk berlatih kembali dan belum juga mendapat tambahan anggota. 

Masih ada pemikiran untuk mencoba mengembangkan kelompok tari saman ini di makrab berikutnya. Tapi muncul beberapa hal yang menjadi kendala baru. Dimulai dari pandemi Covid-19 yang mengakibatkan kami berkuliah di rumah masing-masing. Sehingga acara seperti makrab belum bisa diadakan kembali. Lalu Khaerul yang pindah ke kampus lain dan Saya, Iky juga Eril mulai memiliki kesibukan di daerah masing-masing.

Hingga tulisan ini dibuat, kami sudah memasuki tahun terakhir kuliah. Pandemi masih berlanjut. Rasanya kesempatan untuk tampil itu belum ada lagi. Keadaan ini membuat kami semakin bersyukur terhadap keputusan kami kemarin. Sebuah pengalaman tentang jangan menyiakan kesempatan selagi masih bisa diperjuangkan. Karena, tidak ada yang tau apakah kita akan mendapat kesempatan lagi di hari esok.

Untuk kamu yang sedang memperjuangkan mimpimu. Apapun itu, saya harap kamu tidak patah semangat dan menemukan orang-orang yang mendukungmu. Persiapkan dirimu sebaik mungkin untuk menyambut kesempatan yang datangnya bisa kapan saja dan belum tentu akan datang kembali.

Khususnya untuk kamu yang sedang memperjuangkan UTBK, kamu bisa mambaca tulisan saya untuk memepersiapkan mental ksatria menghadapi hasil baik atau buruk dari UTBK yang bisa kamu baca disini:

Baca Lihat Hasil UTBK dengan Sikap Ksatria

Bantu kami untuk terus berkarya dengan Buy Me a Coffee

Terima kasih telah membaca artikel "Tari Saman MM Teknik: Bermimpi Untuk Tampil", semoga bermanfaat. Berikan komentar atau share jika kamu menyukai tulisan ini. Kamu juga dapat membaca tulisan saya lainnya tentang pengalaman dan pengembangan diri di tiracerita.blogspot.com

Temukan juga saya di sosial media
Instagram   : @yudhistirahat
Twitter        : @yudhistirahat

Kata Kunci: Tari Saman Bertiga

Komentar

  1. Speechless kali ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih telah membaca! Saya juga masih tidak menyangka tentang pengalaman ini hehehe..

      Hapus
  2. Wah ceritanya sangat menarik, lucu juga...
    Semoga bisa ada kesempatan buat nari lg yaa bang Tira...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih mba anonim... Aamiin.. jika pun belum dapat mengambil kesempatan lagi saat menjadi mahasiswa, semoga ada penerusnya..

      Hapus
  3. Keren banget kak ceritanya

    BalasHapus

Posting Komentar

Tulisanku lainnya yang mungkin Anda suka

Mengapa Orang Sering Melupakan Kebaikan dan Bagaimana Kita Menyikapinya

Komet itu Hanya Melintas Setelah 6000 Tahun Lagi